September 11, 2013

Sawadeeka! Bangkok - Part 2

Hari ke-3 : Shop & Splurge

Hari ini kami akan pindah ke hotel Muangphol Mansion di daerah Siam. Bukan karena saya shock lihat bule telanjang berkeliaran... bukan... tapi memang dari awal kami cuma book 2 malam di Link Corner dan sudah pesan kamar di Muangphol Mansion untuk 3 malam sisanya supaya bisa lebih dekat dengan area downtown-nya Bangkok. 
Sekitar pukul 9 kami sudah check out dan menitipkan koper di resepsionis hostel supaya kami bisa mampir dulu ke satu mall yang letaknya nggak jauh dari sana: Platinum Fashion Mall.
Mencapai Platinum dari Link Corner nggak susah, apalagi dengan panduan google map di tangan :)  Begitu keluar hostel, ambil jalan yang ke kanan (ke arah stasiun Ratchaprarop) lalu terus saja jalan lurus sekitar 600 meter sampai ketemu perempatan besar dan belok kanan. Jalan lurus lagi sekitar 200 meter dan mall-nya akan kelihatan di sebelah kiri jalan.


Platinum Fashion Mall ini kalau di Jakarta sebenarnya lebih mirip ITC, cuma yang dijual khusus produk fashion berupa pakaian dan segala rupa aksesorisnya. Selain itu, tempatnya lebih terang, lorong-lorongnya lebih lapang, dan secara keseluruhan terkesan lebih rapih dari ITC di Jakarta. Dengar-dengar, di sinilah orang-orang Indonesia suka belanja kulakan untuk dijual lagi di butik-butik maupun online shop. Dan memang waktu di sana, saya beberapa kali berpapasan dengan orang Indo yang belanja sambil menggeret-geret koper besar :) Kalau kami berdua sih cuma belanja santai saja. Kalau lihat benda yang pas di hati dan di kantung ya dibeli.
Barang-barang di sini kebanyakan sudah harga pas, nggak bisa ditawar. Kecuali kalau kita beli minimal 3, maka kita akan mendapat wholesale price alias harga grosir. Kadang-kadang beda harga satuan dan grosirnya bisa lumayan jauh. Seperti sebuah kaus lucu yang saya beli, kalau beli satu, harganya 250 Baht, tapi kalau beli 3 harganya jadi 150 Baht/ piece. Lumayan, 'kan? Jadi atas nama hukum ekonomi dan prinsip nggak mau rugi, langsunglah kami bungkus 3 potong... 
Pokoknya shopaholics yang suka berburu barang-barang murah tapi oke pasti senang banget di sini. Harganya relatif murah, pilihan modelnya beragam, mall-nya pun nyaman. Kalau nggak ingat ini baru awal hari ke-3 dan saya masih perlu menyimpan uang untuk hari-hari berikutnya, bisa-bisa saya  juga menggila di sana. Satu-satunya kekurangan dari belanja di sini adalah rata-rata bajunya nggak boleh dicoba, jadi make sure you know your size before you come

Setelah puas menjelajahi semua lantai mall ini dan makan siang di food court-nya, kami kembali ke hostel untuk mengambil koper dan langsung cabut ke Muangpol Mansion dengan taksi.

Muangphol Mansion. Kata pertama yang terlintas di benak saya ketika melihat gedung hotel ini adalah, "TUA". Dan setelah masuk ke dalam, kesan tua dan usang itu semakin kuat. Lorong & lift-nya berbau lembab. Colokan listrik di kamar nggak bisa berfungsi kalau lampu nggak dinyalakan semua (??). Keran shower pun harus dinyalakan lamaa sekali (lebih dari 15 menit!) sampai air panasnya keluar, and that's if you're lucky. Tapi, namanya juga hotel murah, cuma 330 rb-an per malam di Agoda, what can you expect? Yang terpenting - dan menjadi pertimbangan utama saya saat memilih hotel ini - adalah: lokasinya mantap. Nggak sampai 5 menit jalan kaki ke stasiun National Stadium, 5 menit dari MBK, dan cuma 10 menit jalan kaki ke Stasiun Siam dan semua mall di sekitarnya. You can't ask for a better location.
Jadi, setelah menaruh koper di hotel, kami langsung menyeberang ke MBK Center.


MBK Center ini katanya juga salah satu mall favorit orang Indonesia, tapi terus terang, waktu di sana saya nggak begitu terkesan. Sejauh mata memandang, isinya ya begitu-begitu saja; baju, sepatu, tas, aneka rupa oleh-oleh khas Thailand, more bags, more shoes... and so on... Di sana saya cuma mampir beli tas untuk oleh-oleh di Naraya lalu nemenin Echa beli koper di Tokyu Department Store. Oh iya, sempat beli sepatu flats lucu juga di lantai dasar. Hehe. Memang namanya cewek, biar katanya nggak minat, tetap saja keluar bawa tentengan...

Waktu lihat-lihat di lantai 2, nggak sengaja kami melihat nail salon bernama Red Nails. Tempatnya penuh dengan bule-bule yang sedang dimeni-pedi. Tergoda untuk memanjakan diri sedikit, kami memutuskan untuk masuk dan mencoba paket manicure-pedicure mereka. And I ended up regretting my decision.. Mungkin karena tempatnya ramai, jadi mereka kerjanya seperti asal cepat selesai. Mbak-mbak yang mengerjakan kuku saya nggak rapi memoleskan kuteksnya. Saya nggak tahu apa saya saja yang sial dapat mbak-mbak yang kerjanya asal begitu atau memang semua stafnya seperti itu. Padahal harga paket meni-pedi mereka nggak murah; 700 Baht alias hampir Rp. 250 ribu. Mending meni pedi di salon di Jakarta, deh :(
My nalis after the-not-so-satisfying-mani-pedi-session that cost me 700 Baht. Nggak lama setelah itu, kuteksnya langsung bocel-bocel. Entah saya yang  ceroboh banget atau kualitas kuteksnya yang jelek. I remember seeing the label "OPI" on their nail polishes, though. So, yeah, it was most probably my own fault..

Habis meni-pedi, kami kembali ke hotel untuk menaruh barang-barang dan membetulkan make-up yang sudah luntur oleh keringat. Ya, kami harus dandan cantik karena malam ini kami mau ke salah satu sky bar yang paling happening di Bangkok: Sirocco! 

Tapi sebelum itu, ada satu tempat yang mau kami kunjungi lebih dulu, yaitu Asiatique the Riverfront.

September 2, 2013

Sawadeeka! Bangkok - Part 1

Ceritanya berawal dari pertengahan bulan April tahun ini ketika "tanpa sengaja" saya melihat promo tiket murah Mandala Tigerair ke Bangkok. Iseng-iseng coba memasukkan tanggal di website-nya, saya malah menemukan tiket PP super murah seharga 1 jt rupiah saja berikut bagasi! Karena takut tiketnya keburu habis terjual kalau pakai ngajak-ngajak teman dulu seperti yang sudah-sudah, langsung saja saya dengan impulsif melanjutkan proses pembayaran, dan tak lama kemudian, ticket comfirmed

Yak, saya akan nekad berpetualang sendirian ke luar negeri untuk pertama kalinya!
...

Tadinya sih, begitu pikir saya.

Tapi untungnya, Echa, teman saya yang tinggal di Jepang, menunjukkan minat untuk ikut ke Bangkok. Maka sepakatlah kami untuk bertemu dan berlibur bareng di Bangkok pada bulan Agustus! Tapi ada satu masalah, rupanya teman saya ini membeli tiket untuk keberangkatan tanggal 24 Agustus, yang berarti 2 hari lebih awal dari rencana saya. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk ikut memajukan hari keberangkatan dan membeli tiket one way yang baru seharga 800 ribu-an berikut bagasi. Saya pikir  tambah mahal sedikit nggak apa-apalah, toh sudah bertahun-tahun saya nggak jalan-jalan bareng sama teman saya yang satu ini. Dan pastinya, saya merasa lebih tenang jalan berdua daripada muter-muter nggak jelas sendirian di negara asing yang bahasanya pun saya nggak paham.

Untuk budget perjalanan 6 hari 5 malam kali ini, saya menyiapkan THB 10.000 atau Rp 3.350.000 dengan kurs yang saya dapat saat itu, di luar biaya tiket pesawat dan akomodasi. Untuk mengetahui rute dan estimasi biaya transportasi (MRT, BTS dan ARL) selama di Bangkok, saya memakai app "Bangkok Transport". Sementara untuk referensi itinerary dan informasi-informasi lain seputar Bangkok, saya berpedoman pada tripadvisor dan blog para pelancong yang berserakan di internet, terutama blog Jejak Kaki yang informasinya super lengkap dan berguna untuk contekan :)

Dan setelah berbulan-bulan merencanakan dan menunggu dengan tak sabar, akhirnya hari yang dinantikan pun tiba!

Hari Pertama : Arrival


Hari Sabtu, 24 Agustus 2013, pesawat Mandala RI 902 tujuan Bangkok yang dijadwalkan berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pukul 15:40 akhirnya baru take off sekitar 1 jam kemudian... ya sudahlah, no comment, sudah biasa... Di dalam pesawat, mau pesan makan, eh ternyata menu nasinya sudah habis semua waktu cabin crew-nya sampai di row saya. Terpaksa deh saya pesan pop mie saja untuk mengganjal perut sambil membuat catatan mental, "lain kali kalau naik budget airline jangan lupa pre-book makanan dulu."
Setelah duduk anteng di dalam pesawat selama sekitar 3 jam, entah bagaimana caranya, walau take off molor 1 jam, kami tiba di Bandara Suvarnabhumi tepat waktu sesuai jadwal pukul 19:45, teng! Bukan sulap bukan sihir... -_-;
Turun dari pesawat, urus imigrasi, ambil bagasi, keluar langsung mampir beli Happy Tourist SIM card dulu di booth DTAC seharga 299 bath untuk unlimited internet selama 7 hari. Lalu bertemulah saya dengan Echa yang sudah sampai duluan di Suvarnabhumi dan sabar menunggu sekian jam untuk pergi ke hostel sama-sama. 

Dari bandara, kami naik city line Airport Rail Link (ARL) ke stasiun Ratchaprarop yang paling dekat dengan Link Corner Hostel tempat kami akan menginap. Waktu keluar dari stasiun Ratchaprarop, dengan bodohnya kami sempat nyasar dan salah belok saat mencari hostel, padahal sebenarnya tempatnya sangat mudah ditemukan; begitu keluar stasiun, langsung saja jalan ke arah kiri lalu jalan lurus sekitar 50 m, hostelnya ada persis di pojokan jalan sebelah kiri. 

Sampai di hostel, kami taruh barang-barang sebentar (karena di hostel ini nggak ada lift, saya titip koper di luggage room sebelum naik ke kamar di lantai 3), lalu pergi cari makan malam di sekitar sana. Setelah makan, kami mampir ke 7-eleven untuk beli air dan roti untuk sarapan sebelum kembali ke kamar untuk beristirahat, mempersiapkan diri untuk petualangan kami yang akan dimulai di hari berikutnya!


Hari kedua: MARKET DAY

Jam 6 kurang, sebelum alarm hape berbunyi, mata saya sudah terbuka. Nggak mau membuang-buang waktu, saya memutuskan untuk segera mandi dan bersiap-siap. Waktu membuka pintu untuk pergi ke kamar mandi yang terletak tepat di depan kamar kami, mata saya yang tadinya baru terbuka setengah langsung terbelalak lebar demi melihat cowok bule tinggi besar yang cuma pakai celana dalam berjalan mondar-mandir di depan kamar mandi. Masuk ke kamar mandi, eh ada satu lagi mas-mas bule keluyuran cuma pake handuk... Barulah saya ngeh, rupanya di sini kamar mandi dan toiletnya campur cewek-cowok :O Agak culture shock, soalnya di hostel terakhir yang saya inapi di Singapura, kamar mandinya terpisah... tapi supaya nggak kelihatan norak, saya berlagak cool dan langsung ngeloyor ke dalam shower room sambil berusaha nggak melirik-lirik si bule ... (>.<)

Sekitar jam 8 lewat, kami sudah keluar dari hostel. Pagi itu, alih-alih berangkat naik ARL dari stasiun Ratchaprarop, kami memutuskan untuk berjalan kaki sejauh 1 stasiun ke Phaya Thai supaya bisa langsung naik BTS ke stasiun Mo Chit untuk mencapai destinasi pertama kami di Bangkok: Chatuchak Weekend Market!

Sampai di Stasiun Mo Chit, nggak perlu repot-repot melihat google map untuk menemukan lokasi Pasar Chatuchak, kami cukup mengikuti arah kerumunan orang saja. Belum sampai ke pasar, di pinggir jalan saja sudah banyak pedagang yang berjualan macam-macam, suasananya persis seperti di Jakarta.


Saya sempat mampir membeli mango sticky rice seharga 50 baht di salah satu penjaja makanan jalanan. Mangga yang manis + ketan yang legit + santan yang gurih = Yum!!


Nggak jauh dari sana, kami menemukan pintu masuk ke pasar. Dan penjelajahan kami di pasar akhir pekan terbesar di dunia itu pun dimulai!! 

Barang yang dijual di Chatuchak ini benar-benar beragam. Kayaknya kita bisa menemukan barang apapun di sini, asal kita mau -dan sanggup- mencarinya. Dari hiasan perunggu sampai bumbu dapur. Dari sutra thailand sampai bikini, pokoknya lengkap deh. 


Toko-toko di sini dikelompokkan ke dalam section-section berdasarkan jenis barang dagangannya, dan pengelola juga menyediakan peta gratis untuk memudahkan pengunjung menavigasi pasar yang luar biasa luas ini. Sayang kemarin kami nggak menemukan tempat yang membagikan peta sehingga terpaksa cuma mengandalkan insting, alias asal saja belok kiri-kanan dan masuk ke toko yang menarik hati. Sambil menelusuri pasar ini, saya sempat memperhatikan sekeliling dan menyadari kalau pengunjung pasar ini pun sama variatifnya dengan jenis barang yang dijual. Sepanjang jalan saya bisa mendengar Bahasa Jepang, Bahasa Korea, China, Indonesia, Inggris, dan segala rupa bahasa lain. Melihat bagaimana pemerintah Bangkok bisa membuat pasar seperti ini jadi destinasi turis dunia, saya jadi iri dan berandai-andai kalau pasar-pasar di Jakarta suatu saat juga bisa jadi seperti itu...


August 17, 2013

Lunch For One at Boka Buka Kitchen and Bar

It was another Saturday morning when my friends decided to cancel on me abruptly while I was all set to go. I was so used to it already that I wasn't even bummed anymore. I just grabbed my bag and went out anyway, determined to enjoy a nice Saturday afternoon alone. 

Now, what would a nice Saturday afternoon out be without a nice lunch? So I decided to have lunch at this restaurant I'd been wanting to try out for quite sometimes : Boka Buka Kitchen and Bar at  Street Gallery PIM.

The place has vintage-country-style interior that gives this cozy and homey feeling. I loved it.






And as for my orders, here they are:


Boka Buka Salad - IDR 55,000, -
( Fresh lettuce, spring onion, half cut grapes, smoked beef, potato, sliced apples poured with honey and vinegar dressing)

My body was in dire need for something green & healthy, so for once I repressed my carnivorous desire to have meats and went for the veggies instead (granted there were slices of smoked beef in it, but still it was mainly veggies). The salad was nice and fresh, but nothing special. Also, I noticed that while according to the description in the menu, it was supposed to have "half cut grapes", the one that was served to me actually had "half cut cherry tomatoes" in it instead. But okay, I can live with cherry tomatoes. The salad also came with complimentary bread and butter which was enough to fill my tummy.



Crepes Comedie - IDR 55,000,-
( Flambe crepe with orange sauce and cointreau (orange liqueur) served with vanilla ice cream )

Because I'd been a good girl and ate all my veggies, I thought I deserved to be rewarded with a nice dessert. And this crepes turned out to be an excellent reward. Loved the combination of the orange - chocolate flavors. I gulped it down in no time!

For the drink, not wanting to spend too much, I chose Iced Peach Tea (IDR 20,000,-)


After finishing all my food (and paid the bill, of course), I left the place quite satisfied. Overall it was a nice lunch for one on a nice Saturday afternoon. 

August 11, 2013

Mika Japanese Bistro

Masih dalam rangka libur lebaran dan memanfaatkan lengangnya jalanan Jakarta, saya memberanikan diri untuk melangkah keluar dari "cul de sac" saya di area selatan Jakarta dan main ke Mal Kota Kasablanka.

Karena waktu sampai pas waktu makan siang, kita keliling dulu di area "Food Society" buat cari tempat makan yang oke, dan menemukan resto yang menarik ini di pojok lantai dasar:

MIKA JAPANESE BISTRO

Kepincut sama interior restorannya yang bernuansa klasik mediterania dan tampak cozy, kami memutuskan untuk mengisi perut di sini.

Interior:





And then, on to the orders:

Demiglace Omurice - IDR 65,000, ++
Ini menu speciality mereka di Mika. Omurice, alias nasi goreng saus tomat dan omelette dengan saus demiglace yang --dengar-dengar-- dimasak selama 7 jam! Entah sudah berapa tahun saya nggak makan omurice, dan Demiglace Omurice Mika ini lumayan mengobati kekangenan saya. Telur dadarnya lembuut dan rasa asam saus tomat di nasinya pun pas. SUKA!

Japanese Beef Curry Rice - IDR 55,000,++
Enak. Cuma sayang kentangnya masih sedikit keras.


Beef Lasagna - IDR 45,000,++

Nggak begitu suka, rasanya aneh. Tapi nggak tahu juga sih, mungkin lasagna asli memang rasanya seperti ini dan lidah saya aja yang kampungan... sudah biasa sama rasa lasagna-nya Pizza Hut sih :P

Untuk minumannya kami cuma pesan Ice Lemon Tea (IDR 20,000, ++). Nggak perlu dibahas lah ya... tahu sendiri 'kan rasa teh aroma lemon.


Selain makanannya lumayan enak dan suasananya cozy, service di tempat ini juga oke. Staff-nya ramah, sigap dan cepat melayani tamu. Waktu kemarin saya nggak sengaja menjatuhkan sendok, belum juga sempat angkat tangan untuk minta yang baru, pelayannya sudah datang membawakan sendok baru. 

Secara keseluruhan, saya suka tempat ini. Pinginnya sih kembali ke sini lagi dalam waktu dekat untuk nyobain dessert-nya yang juga tampak menggoda. Tapi setelah libur Lebaran selesai dan jutaan mobil kembali membanjiri jalanan, kayaknya saya bakal terkurung di dalam "cul de sac" lagi untuk sementara waktu 

August 7, 2013

Akhirnya, MONAS!

Libur lebaran sudah tiba. Jakarta mulai lengang ditinggal jutaan penghuninya mudik ke kampung halaman masing-masing, dan kami yang tertinggal di ibukota bisa bernapas lega sejenak, menikmati lengangnya jalanan yang sehari-hari penuh sesak dengan kendaraan. Kalau mau jalan-jalan keliling Jakarta tanpa dibuat pusing sama macet, sekarang lah saatnya!
Bosan nge-mall dan nggak tahu lagi mau ke mana, saya putuskan untuk ngebolang ke MONAS. Satu tekad saya sebelum berangkat, kali ini -apapun yang terjadi- saya harus berhasil naik sampai ke puncaknya!! Dan akhirnya, kemarin, setelah hampir 3 dekade hidup di Jakarta, saya bisa mencoret "naik ke puncak tugu Monas" dari bucket list saya :D









I find the name "Kereta Wisata" (sightseeing train) to be inaccurate and quite misleading. They should name it "Kereta Jemputan" / "Shuttle Train" instead since it's only used to transport visitors from the parking area to the entrance of the Monument, vice versa.


Living statue yang beraksi di depan tugu Monas. Saya baru ngeh kalau dia maksudnya mau jadi api di puncak Monas.


Pertama, saya masuk ke museum di bagian bawah tugu Monas dengan HTM Rp. 5000 untuk dewasa dan Rp. 2000 untuk anak-anak. Karena sudah pernah ke sana sebelumnya, saya nggak berlama-lama dan segera menaiki tangga ke pelataran atas untuk naik ke puncak (untuk naik harus bayar lagi tiket Rp 10.000 untuk dewasa dan Rp. 2000 untuk anak-anak).
Dan yang menanti saya di atas adalah:

Antrian yang mengular untuk masuk ke lift yang akan membawa pengunjung naik ke puncak. Rupanya di sana hanya ada 1 lift yang kapasitasnya pun hanya 11 orang dan jalannya super lambat (>_<)

Yah namanya juga hari libur, jalanan memang lengang, tapi sekarang giliran tempat wisata macam ini yang penuh sesak dengan pengunjung. Lihatnya saja bikin pingin balik badan dan pulang. Dan memang, saya menyaksikan sendiri bagaimana di tengah proses penantian panjang ini ada banyak pengunjung yang akhirnya kehilangan kesabaran dan mengurungkan niat untuk naik ke atas. Tapi karena dari awal saya bertekad harus naik sampai ke puncak, maka saya bela-belain ngantri selama hampir 1 jam. Dan yang paling membuat saya tersiksa selama mengantri itu bukanlah udara gerah yang bikin keringat mengucur, bukan juga rasa pegal di kaki ataupun kebosanan, melainkan... bau ketek dari mas-mas di sebelah. Sumpah, salah nengok dikit saja, baunya langsung menyengat hidung. Huuuuh (>.<) Sungguh cobaan yang luar biasa.

Hampir satu jam dan banyak-banyak menahan napas kemudian, akhirnya saya menjejakkan kaki juga di puncak monas, yang ternyata... kecil yah... Cuma butuh waktu kurang dari 15 menit untuk puas melihat-lihat pemandangan Jakarta dari 4 sisi dek observasinya...bandingkan dengan perjuangan mengantri 1 jam untuk naik ke atas... (-_-;)










Jadi begitulah cerita singkat kunjungan saya ke Monas kemarin. Kesimpulannya, memang nggak ada yang istimewa sih, dan banyak perbaikan yang bisa dilakukan oleh pengelolanya, like better lighting, better air conditioning system, faster elevator,clearer signage, etc. But, still, this is a historic monument and the symbol of Jakarta. So if you're in town and have time and Rp 15.000 to spare, it wouldn't hurt to give this place a visit... Apalagi buat yang memang tinggal di Jakarta, belum afdol jadi warga Jakarta kalau belum ke Monas. 

Dan dengan bangga saya bisa mengatakan, sekarang saya resmi jadi warga Jakarta sejati! 

Haha!

August 1, 2013

Komugi Bakery - Melawai

Sudah beberapa kali lewat di depan bakery Jepang ini kalau lagi mampir di Papaya Fresh Gallery Melawai tapi belum pernah sempat nyobain. Akhirnya kemarin, habis beli cetakan telur mata sapi di Daiso lantai 2 and picked up some sushi for lunch at Papaya, I decided to -finally- give it a try.
Walau aneka roti di counter kecil yang terletak di pojok depan kasir Papaya ini juga cukup menggoda, being the sweet toothed person that I am, my eyes went directly to the dessert rack  :)

Dan inilah yang saya beli kemarin:



Strawberry Shortcake (IDR 20.000) & Strawberry Rare Cheese Cake (IDR 21.000)

Ukuran dessert di bakery ini memang tergolong imut, tapi mengingat harganya yang rata-rata dipatok di angka 20rb-an, saya rasa itu sangat masuk akal (Daripada ukurannya besar tapi harga bikin kantung bolong, sih saya lebih suka seperti ini). Rasanya pun saya suka sekali! Tekstur strawberry shortcake nya lembut dan "fluffy", dan manisnya nggak berlebihan. Rare cheese cake nya juga maknyus, dengan perpaduan rasa keju dan asam stroberi yang pas. Secara pribadi, satu hal yang paling saya suka dari cake & pastry Jepang pada umumnya adalah -selain teksturnya yang lembut - rasa manisnya cenderung "on the lite side" sehingga nggak bikin eneg. 

So will I go back there?
With still so many variants of cute & mouth watering desserts left to try, definitely yes! I've even made a mental note on what to nibble on next : their cream puffs and pudding :) 

Good thing Blok M is just an angkot ride away :D


K.O.M.U.G.I Bakery
Jl. Melawai Raya No. 28 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
( Di dalam supermarket Papaya Fresh Gallery)

July 21, 2013

Uniqlo's First Store in Jakarta @ Lotte Shopping Avenue Kuningan

Akhirnya, setelah konsumen Indonesia selama bertahun-tahun cuma bisa ngiri lihat semua negara tetangganya disambangi satu persatu, tanggal 22 Juni lalu, Uniqlo resmi membuka outlet pertamanya di Jakarta, tepatnya di Lotte Shopping Avenue, Kuningan.

Reaksi pertama saya? Kecewa! Kenapa lokasinya harus di KUNINGAN, daerah biang macet itu?? 
Males banget kalau harus merelakan diri terjebak macet berjam-jam cuma untuk belanja baju. Apalagi saya dengar, di hari-hari awal pembukaannya, pengunjung membeludak hingga mau fitting dan bayar di kasir saja harus antri panjang. Ogah. Saya pikir, mending tunggu sampai hype tempat ini sudah agak reda, biar bisa belanja dan lihat-lihat dengan lebih tenang. Lagian cuma Uniqlo doang, gitu lho... nggak penting buat dibela-belain.

Tapi, semakin saya intip timeline twitter-nya yang penuh harga promosi dan semakin saya pelototi website-nya, semakin goyah iman saya. KOK HARGANYA MURAH YA?? Bayangan saya, waktu dengar Uniqlo mau masuk Jakarta, harganya kurang lebih akan sama seperti Zara or Forever 21 yang jatuhnya way overpriced, bisa jadi 2 kali lipat dibanding harga aslinya. Tapi ternyata nggak, lho! Setelah membandingkan harga-harga di website uniqlo Indo dan Jepang, perbedaannya nggak begitu jauh! Kalau dirata-rata harga retail Uniqlo di Indo hanya lebih mahal sekitar 20% dari harga aslinya di Jepang, which I think is reasonable. Apalagi dalam rangka pembukaan dan menjelang Lebaran, mereka lagi punya banyak special price. Makin bikin ngiler aja!! 

Akhirnya, nyaris sebulan setelah pembukaan perdana Uniqlo, saya nggak bisa menahan diri lagi. Saya harus pergi ke sana, SEGERA!!!!

So, kemarin, setelah berhasil melewati kemacetan weekend yang gila-gilaan di daerah Kuningan dan sekitarnya, saya menjejakkan kaki juga di Lotte Shopping Avenue (LOVE), mall baru yang jadi "rumah" outlet pertama Uniqlo di Jakarta. 

Kalau ngomong Lotte, pasti identik dengan Korea. Kalau ngomongin Korea, tentu yang terlintas di kepala adalah K-POP. Dan suasana K-POP itu benar-benar kental di mall LOVE ini.



Pengunjung bisa puas "foto bareng" SNSD, HyunBin dan Super Junior. Maniak-maniak K-POP pasti bakal betah banget di sini.

But since I'm not into K-POP (anymore), saya nggak ikut meluk-meluk anggota Suju atau berpose cute sama anggota SNSD di sana dan langsung fokus ke destinasi utama, the one and only reason why I was there: UNIQLO!!

Uniqlo di LOVE ada 2 lantai;  lantai dasar:

Dan di lantai 1 yang lebih luas:

Deretan baju yang digantung rapi dengan warna-warni menarik dan banderol harga yang menggiurkan bikin saya galau. Rasanya pingin beli semua. Apalagi pelayanan dari stafnya oke banget. Nggak hanya super ramah, mereka juga helpful. Kalau kita cari size dan warna tertentu, mereka akan benar-benar berusaha mencarikan sampai ketemu, membuat kita merasa dimanjakan sebagai customer. 

Kalau dipikir-pikir sebenarnya aneh juga, dulu waktu bolak balik Uniqlo di Jepang, rasanya biasa aja, nggak kepingin-pingin banget beli. Waktu mampir di outletnya yang di Kuala Lumpur dan Singapura juga begitu. Kenapa ya? Mungkin saya termakan sama "hype" Uniqlo yang baru buka di Jakarta dan kebawa suasana...? Atau bisa juga karena saya merasa nggak akan punya kesempatan untuk kembali lagi dalam waktu dekat, mengingat lokasinya yang cukup jauh dari rumah dan dikepung macet. Entahlah, yang jelas hari itu saya kalap. MAKSIMAL!




Di lantai dasar, tangan saya sigap meraih kaus-kaus UT yang lagi special price jadi 99rb, terus tahu-tahu beberapa helai inner Airism yang diklaim bisa bikin tubuh tetep adem di udara panas juga sudah nangkring manis di dalam keranjang, disusul dengan cardigan UV-cut yang katanya bisa menangkal sinar UV sampai 90%. 
Puas keliling di lantai dasar , lanjut naik ke lantai 1. Di sini kekalapan saya kian menjadi. Cropped pants yang sudah lama saya cari, di sini saya temukan seharga 249 rb. Coba di fitting room, ternyata pas, BUNGKUS! Di bagian cowok, ambil celana pendek buat papa saya. Terus ke bagian kids, giliran sehelai kaus Snoopy dan celana pendek untuk adik saya yang meluncur masuk ke dalam keranjang. Terus, sampailah saya di bagian GU (brand yang juga bagian dari Fast Retailing, seperti Uniqlo, tapi harganya lebih murah lagi), dan di sinilah saya jadi gelap mata. Gimana nggak, rata-rata harga item di GU di bawah 200 rb!! Logika saya seolah lumpuh, tangan dan badan saya seperti bergerak sendiri meraih item demi item... sampai akhirnya berat keranjang belanjaan di tangan menyadarkan saya; saatnya menyudahi kegilaan ini.

Dan saat yang paling mendebarkan tiba; perhitungan di kasir! 

Sambil berdoa dalam hati semoga uang di dalam rekening saya cukup untuk membayar semua hasil kegilaan hari itu, saya mengamati Mbak Kasir men-scan satu per satu item di keranjang saya dengan sigap. Dan hasilnya... saya sukses mencetak rekor pribadi untuk total pembelian terbanyak di satu toko baju dalam satu transaksi! Entah harus bangga atau nangis, yang jelas saya hanya bisa bersyukur bahwa uang saya di bank hari itu masih cukup.

Akhirnya hari itu saya melangkah keluar dari Uniqlo dengan satu kantung besar pakaian yang terasa berat... kontras dengan dompet saya yang semakin ringan...

Sekarang saya jadi bersyukur Uniqlo letaknya jauh dari rumah. Kekhilafan macam ini cukup sekali-sekali saja. 

July 9, 2013

Ladurée Singapore

Jadi, saya memutuskan nggak menulis lengkap sisa perjalanan saya di Singapura. Kenapa? Pertama -obviously - karena saya malas. Kedua, karena setelah tancap gas di hari pertama, hari selanjutnya kita jadi bingung mau ngapain lagi dan berakhir hanya berputar-putar tidak jelas (^^;)... Kalau ada yang layak diceritakan, ya, mungkin tentang kunjungan kami ke Ladurée yang baru membuka cabangnya di Singapura beberapa bulan lalu.

When I first heard my friend mentioned about this place, I was like, "Ladu what?". Ya, mungkin saya kampungan atau apa, tapi saya sama sekali nggak tahu tempat yang namanya "Ladurée" ini, hell I don't even know how to pronounce it -_-; Baru setelah mengubek-ubek informasi di Google, saya ngeh kalau Ladurée ini adalah produsen cake dan pastries mewah dari Perancis yang terkenal sebagai pencipta macaron 2 tumpuk.

Oke. Perancis, Macaron, terkenal... sounds good so far, sampai saya mengetahui satu fakta yang mengguncang; harganya SGD 3.8 per butirTIGA PULUH RIBU RUPIAH untuk satu gumpalan telur dan gula!?? French or not, there's no way I'm going to spend that kind of money on such a small lump of egg and sugar!

....

Or so I thought, sampai akhirnya saya tiba sendiri di toko Ladurée yang terletak di L2 departemen store Takashimaya, Singapura. 





Dekorasi toko yang begitu manis dan warna-warni macaron yang menggoda membuat iman saya goyah. Karena saya pikir, toh saya sudah ada di sana dan entah kapan bisa kembali lagi, saya memutuskan untuk merogoh kantung sedikit dalam dan patungan sama L membeli 1 kotak macaron.


Box of 8 edisi spesial Singapore ini harganya $38. Banyaknya varian rasa yang ditawarkan membuat kita bingung memilih, jadi kita pasrahkan saja sama mas penjaga toko untuk memilihkan "the recommended ones". Saya sama sekali nggak tahu apa yang dimasukkan si mas ke dalam kotak kami dan cuma   mengangguk-angguk tiap kali si Mas memasukkan macaron dan meminta persetujuan kami.
Setelah searching di internet, baru belakangan saya bisa mengidentifikasi sebagian nama macaron yang kami beli, yaitu: Marie Antoinette, Caramel with Salted Butter, Raspberry, Yuzu Ginger, Rose Petal,  dan Pistachio. Dua lagi... I have no idea >.<
Oh iya sebenarnya bisa saja kita beli satuan dengan harga $3.8 / piece yang dibungkus dengan bungkus kertas biasa... tapi karena kayaknya kurang oke kalau macaron secantik ini difoto cuma sama bungkus kertas, just for this once we agreed to pay extra for the lovely box.

Macaron-nya sendiri rasanya sesuai dengan harganya. Kulitnya lembut dan isinya lumer di mulut. Manisnya pun pas. My personal favorite was the caramel one. Biasanya saya nggak begitu suka caramel karena rasa manisnya yang cenderung terlalu kuat, tapi macaron caramel  with salted butter dari laduree ini rasa manis dan asin nya paaas banget, bikin pengen lagi  :9

Jadi kesimpulannya, apakah saya mau beli macaron Ladurée lagi? Mungkin. Kalau kebetulan saya sedang ada di Singapura, lewat di depan Takashimaya, dan kelebihan dolar di dompet ^^;