August 7, 2013

Akhirnya, MONAS!

Libur lebaran sudah tiba. Jakarta mulai lengang ditinggal jutaan penghuninya mudik ke kampung halaman masing-masing, dan kami yang tertinggal di ibukota bisa bernapas lega sejenak, menikmati lengangnya jalanan yang sehari-hari penuh sesak dengan kendaraan. Kalau mau jalan-jalan keliling Jakarta tanpa dibuat pusing sama macet, sekarang lah saatnya!
Bosan nge-mall dan nggak tahu lagi mau ke mana, saya putuskan untuk ngebolang ke MONAS. Satu tekad saya sebelum berangkat, kali ini -apapun yang terjadi- saya harus berhasil naik sampai ke puncaknya!! Dan akhirnya, kemarin, setelah hampir 3 dekade hidup di Jakarta, saya bisa mencoret "naik ke puncak tugu Monas" dari bucket list saya :D









I find the name "Kereta Wisata" (sightseeing train) to be inaccurate and quite misleading. They should name it "Kereta Jemputan" / "Shuttle Train" instead since it's only used to transport visitors from the parking area to the entrance of the Monument, vice versa.


Living statue yang beraksi di depan tugu Monas. Saya baru ngeh kalau dia maksudnya mau jadi api di puncak Monas.


Pertama, saya masuk ke museum di bagian bawah tugu Monas dengan HTM Rp. 5000 untuk dewasa dan Rp. 2000 untuk anak-anak. Karena sudah pernah ke sana sebelumnya, saya nggak berlama-lama dan segera menaiki tangga ke pelataran atas untuk naik ke puncak (untuk naik harus bayar lagi tiket Rp 10.000 untuk dewasa dan Rp. 2000 untuk anak-anak).
Dan yang menanti saya di atas adalah:

Antrian yang mengular untuk masuk ke lift yang akan membawa pengunjung naik ke puncak. Rupanya di sana hanya ada 1 lift yang kapasitasnya pun hanya 11 orang dan jalannya super lambat (>_<)

Yah namanya juga hari libur, jalanan memang lengang, tapi sekarang giliran tempat wisata macam ini yang penuh sesak dengan pengunjung. Lihatnya saja bikin pingin balik badan dan pulang. Dan memang, saya menyaksikan sendiri bagaimana di tengah proses penantian panjang ini ada banyak pengunjung yang akhirnya kehilangan kesabaran dan mengurungkan niat untuk naik ke atas. Tapi karena dari awal saya bertekad harus naik sampai ke puncak, maka saya bela-belain ngantri selama hampir 1 jam. Dan yang paling membuat saya tersiksa selama mengantri itu bukanlah udara gerah yang bikin keringat mengucur, bukan juga rasa pegal di kaki ataupun kebosanan, melainkan... bau ketek dari mas-mas di sebelah. Sumpah, salah nengok dikit saja, baunya langsung menyengat hidung. Huuuuh (>.<) Sungguh cobaan yang luar biasa.

Hampir satu jam dan banyak-banyak menahan napas kemudian, akhirnya saya menjejakkan kaki juga di puncak monas, yang ternyata... kecil yah... Cuma butuh waktu kurang dari 15 menit untuk puas melihat-lihat pemandangan Jakarta dari 4 sisi dek observasinya...bandingkan dengan perjuangan mengantri 1 jam untuk naik ke atas... (-_-;)










Jadi begitulah cerita singkat kunjungan saya ke Monas kemarin. Kesimpulannya, memang nggak ada yang istimewa sih, dan banyak perbaikan yang bisa dilakukan oleh pengelolanya, like better lighting, better air conditioning system, faster elevator,clearer signage, etc. But, still, this is a historic monument and the symbol of Jakarta. So if you're in town and have time and Rp 15.000 to spare, it wouldn't hurt to give this place a visit... Apalagi buat yang memang tinggal di Jakarta, belum afdol jadi warga Jakarta kalau belum ke Monas. 

Dan dengan bangga saya bisa mengatakan, sekarang saya resmi jadi warga Jakarta sejati! 

Haha!

0 comments:

Post a Comment