November 18, 2012

Batu Caves, Malaysia

Oke, niat awal saya sebenarnya pengen bikin catatan liburan lengkap seperti reportase-reportase liburan bloggers lain yang keren-keren dan informatif... tapi ternyata, apa boleh buat, saya terhalang jiwa procrastinator yang terlalu kuat (>.<;) Boro-boro bikin catatan lengkap, cerita liburan di HCMC dan Hanoi aja terbengkalai di tengah jalan... terus yang di Malaysia malah ter-skip sama sekali (padahal ada 6 hari/5 malam yang penuh cerita di sana).

Jadi, ya, untuk sedikit mengurangi rasa bersalah pada diri saya sendiri yang malas ini, toriaezu saya mau menulis tentang satu saja tempat wisata di Malaysia yang paling berkesan buat saya:

Batu Caves, Gombak

Cara paling mudah untuk mencapai tempat yang terletak 13 km di utara Kuala Lumpur ini adalah naik kereta komuter dari stasiun KL Sentral dengan tarif 1 RM (sekitar 3000 perak!) saja. (tapi entah kenapa, tarif perjalanan pulangnya lebih mahal; 2RM / orang)

"Koc untuk wanita sahaja" di kereta komuter yang kami naiki. Hehe, salah satu keseruan liburan di Malaysia adalah mengomentari bahasanya yang serupa tapi tak sama dengan Bahasa Indonesia, sehingga justru sering mengundang rasa geli. Well, mungkin buat mereka justru Bahasa Indonesia lah yang terdengar aneh... so it's otagaisama ^^;

Tempat ini sendiri merupakan bukit kapur yang memiliki serangkaian gua dan kuil-kuil Hindu yang menjadi salah satu destinasi populer wisman yang berkunjung ke KL. 







Untuk mencapai kuil utamanya yang terletak di gua besar dalam bukit, kita harus mendaki 272 anak tangga. Yup 272 anak tangga! Waktu pertama kali melihat angka tersebut di Wikipedia, I didn't think much of it. Baru 272 kan? Nggak sampe 1000, pasti bisa lah...

Tapi ternyata, waktu melihat dengan mata kepala sendiri ratusan anak tangga yang membentang tinggi itu... OH MY GOD, itu tingginya nggak main-main, lho!


Dan benar saja, di perjalanan mendaki ke atas, saya sampai berpikir saya akan mati saking capeknya dan harus berkali-kali istirahat untuk menstabilkan kaki saya yang gemetaran (>.<)

Ketika akhirnya sampai atas dengan bersimbah peluh dan napas nyaris putus (wow! I actually made it!!! Bisa sampai atas saja sudah pencapaian luar biasa buat saya) tempat yang pertama kali saya tuju adalah stand penjual minuman... Dan walaupun saya tahu saya dirampok dengan harga 6RM / botol (yang kalau di bawah paling-paling 2 RM!), saya langsung membeli minuman isotonik untuk mengganti semua ion-ion tubuh yang hilang akibat proses pendakian tadi. 

Pemandangan dari atas katanya cukup indah. Sayang saya nggak berani terlalu dekat ke pinggir untuk mengabadikannya...

Ternyata perjuangan belum selesai. Di dalam pun masih ada puluhan anak tangga yang harus didaki




Benar-benar, itu pertama kalinya saya sampai harus berjuang meregang nyawa untuk sampai di suatu tempat wisata. 

Dan setelah puas melihat-lihat bagian dalam gua dan sedikit menarik napas, come the next challenge : menuruni 272 anak tangga yang curam. And believe me it wasn't an easy task. Apalagi waktu kita di dalam, di luar sempat hujan sebentar yang membuat anak tangganya jadi basah, licin, dan nampak membahayakan jiwa... Saya nggak berani melihat langsung ke bawah dan hanya bisa menatap satu per satu anak tangga dengan seksama sambil mencengkeram handrail yang kotor tanpa peduli lagi soal higienitas.

Jadi catatan pribadi saya kalau lain kali mau berkunjung ke sana:

1. Siapkan fisik baik-baik --> orang yang sudah 3 tahun nggak pernah olahraga dijamin akan KO...
2. Bawa air minum yang cukup
3. Pakai SUNSCREEN!!!
4. Pastikan diri kita nggak phobia ketinggian! 
5. Pakai sepatu yang enak dipakai jalan dan nggak licin.
6. Bawa uang ringgit yang cukup, karena di area kuil itu banyak toko dan lapak yang menjual aksesoris India yang lucu-lucu dan murah-murah --> hehe, bener-bener belanja di Malaysia itu menyenangkan sekali karena semuanya terasa serba murah! Bahkan untuk ukuran orang Indonesia yang notabene nilai mata uangnya jauh lebih rendah. Apalagi dengan gimmick andalan 10 (RM) for 3 yang semakin menggoda iman ^^;

November 14, 2012

Backpacking ke Singapura

Setelah sekian lama merencanakan dan selalu batal, akhirnya tanggal 8-10 November kemarin kesampaian juga hasrat saya main ke Singapura, the little red dot yang jaraknya cuma sepelemparan batu dari Jakarta. Serius, deket banget! Flight ke sana cuma memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Masih lebih lama perjalanan dari rumah saya ke bandara yang kalau sedang macet bisa makan waktu sampai 2 jam lebih (>.<)
Dan berhubung Singapura adalah destinasi wisata sejuta umat bagi warga Indonesia, saya nggak akan menulis banyak tentang kunjungan saya ke negara ini. Toh tempat yang kami kunjungi juga standar turis seperti Merlion Park, Riverside, Orchard, Bugis, Marina Bay Sands, dan sejenisnya. Jadi di sini, saya cuma akan menulis beberapa highlights dari perjalanan saya  as a personal note :)

1. First time being a real backpacker!
Yup untuk pertama kalinya saya jalan-jalan ke luar negeri tanpa membawa koper ataupun check in baggage! Dalam perjalanan kali ini saya cuma berbekal sebuah ransel ukuran medium:
(Suitcase kecil di kanan punya teman saya) Ternyata traveling light itu praktis ya! Nggak perlu repot ngantri ngambil luggage setelah keluar imigrasi, nggak perlu geret-geret koper ke mana-mana. Lain kali kalo jalan-jalan singkat lagi, saya nggak keberatan kembali ber backpacking ria :)


2. First time getting kicked out of the airport!

Haha! Kami sempat mengalami "episode" menarik diusir dari transit area Bandara Changi. Jadi ceritanya, dengan semangat 45 dan berbekal cerita dari beberapa other backpackers di internet, kami memutuskan untuk menghabiskan malam pertama kami di transit area Bandara Changi. Soalnya flight kami tiba di Singapura pukul 01:00 pagi, so we figured, daripada buang uang naik taksi untuk pergi ke city dan bayar penginapan hanya untuk numpang tidur beberapa jam, lebih baik kami numpang istirahat di area transit Changi yang katanya cukup nyaman untuk spend the night sebelum mulai menjelajah kota keesokan paginya.

So, we found a cozy little spot dengan sofa empuk untuk menggeletakkan tubuh :



Tapi baru tidur-tidur ayam sebentar, kami sudah dibangunkan oleh beberapa petugas imigrasi dan tentara bersenjata laras panjang (>0<) yang sepertinya sedang melakukan razia / pemeriksaan keliling. Intinya kami dinyatakan tidak berhak ada di transit area karena tidak memiliki boarding pass untuk connecting flight sehingga harus meninggalkan area itu dan menyelesaikan proses imigrasi saat itu juga. Yah petugasnya sih ngomong dengan nada biasa dan cukup sopan, tapi tetap saja tentara-tentara bersenjata di belakangnya membuat saya merasa lumayan terintimidasi. Untungnya, --selain menjadi turis gembel yang nekad tidur di transit area -- kami nggak melakukan perbuatan apapun yang melanggar hukum, jadi kami  bisa keluar dari imigrasi tanpa masalah. 
Sekeluarnya dari bagian imigrasi, kami terpaksa menghabiskan sisa waktu sampai pagi di area publik yang jauh lebih tidak nyaman dibanding di dalam. Needless to say we had no sleep at all that night. Dan paginya, sekitar pukul 7, setelah basuh-basuh badan dan sarapan di bandara, kami mengumpulkan segenap sisa tenaga untuk langsung menjelajahi Singapura!

3. First time staying at a backpackers hostel



Penginapan di Singapura tergolong mahal. Kalau waktu di KL dengan harga +/- 300 ribu rupiah permalam saya sudah bisa menginap di city hotel yang nyaman, di negeri singa ini sulit sekali menemukan kamar hotel dengan harga di bawah 60 USD per malam. Jadi solusinya, kami memutuskan untuk menginap di sebuah backpackers hostel bernama The Little Red Dot. Dengan harga sekitar 180 ribu rupiah per orang per malam kami mendapat ranjang di female dormitory room. Namanya hostel, segala sesuatu ya serba berbagi. Mulai dari kamar yang harus kami bagi dengan 6 orang pelancong lain, sampai kamar mandi dan toilet di luar kamar yang harus kami pakai bersama dengan tamu-tamu lain. Tapi selama 2 malam kami menginap di sana sih, kami nggak menemukan kesulitan berarti. Toh kami memang di sana murni hanya menumpang tidur sementara the rest of the day kami habiskan di luar. Begitu juga dengan masalah kamar mandi & toilet. Walaupun bilik shower cuma ada 3, saya nggak pernah harus mengantri untuk memakainya. Kalau pun ada sedikit keluhan, cuma mengenai lokasinya saja yang terasa lumayan jauh dari stasiun MRT Lavender, terutama setelah lelah berjalan mengelilingi kota seharian (>.<)



4. Visiting Universal Studios Singapore!!

I've been to Universal Studios Japan a couple of times in the past, tapi trip ke USS adalah yang pertama kali! So I was pretty excited. Harga resmi tiket masuk ke sini untuk non peak dates adalah 68 SGD, but we got ours for 60 SGD dari lapak agan Rio di kaskus (-> highly recommended seller! :))
Mungkin karena USS masih tergolong baru, atraksi di dalamnya belum begitu banyak (dibandingkan USJ, misalnya). Dalam setengah hari saja kami sudah selesai mengitari seluruh arena theme park itu dan mencoba hampir seluruh wahananya.
But overall it was a fun experience, dan suatu saat saya ingin kembali lagi ramai-ramai dengan teman yang lain. Seorang staff di sana menyarankan kami untuk kembali  di bulan Oktober karena pada bulan tersebut mereka memiliki event khusus Halloween yang menurutnya cukup seru.
Highlights of the day adalah:
Foto sama Gloria dari Madagascar :)

Foto sama Po dari Kung Fu Panda 


Transformers The Ride!
Wahana yang satu ini sebenarnya nyaris sama persis dengan Spiderman di USJ. Yang membedakan cuma temanya saja. Yang jelas, sih, dua-duanya equally fun :)

Selain itu, wahana yang juga seru adalah Jurassic Park. Wahana ini juga ada di USJ, tapi saya lebih suka yang di USS. Memang tinggi air terjun terakhir tempat kita dijatuhkan mendadak jauh lebih rendah dibanding dengan yang di USJ, tapi perjalanan hingga menuju ujung ride nya lebih bumpy, seru, dan super basaaah :) 
Warning :  mending bawa jas hujan kalau nggak mau basah kuyup! Di dalam juga dijual jas hujan, tapi harganya mahal (sekitar 3,5 SGD) sementara jas hujan yang saya bawa dari Jakarta harganya nggak sampai 10 ribu perak :P Dan jangan pakai sepatu bagus, mending sendal jepit aja, karena kaki kita pun pasti akan terendam air!


5. Singapore's Most Famous Cuisine (katanya), the Chilli Crab

Karena katanya Chilli Crab ini  a must try for tourists, kami pun merasa terpanggil untuk mencobanya. Dan ternyata jeng jeng jeng rasanya biasa aja tuh... Yang luar biasa cuma harganya (T_T)


Total untuk makan malam hari itu, kami harus mengeluarkan SGD 68. I felt kinda robbed... especially when I found out that they even charged us for the wet tissues (>.<")

Tapi yah... sudahlah, hitung-hitung pengalaman ^^;

October 30, 2012

Hello Vietnam! Part 2 : HANOI

Day 3 : HCMC - Hanoi

Check out dari hotel pukul 05:00 pagi dalam keadaan masih setengah teler karena malamnya cuma sempat tidur sekitar 3 jam, kami langsung meluncur ke Bandara dengan taksi Vinasun yang sudah kami pesan sebelumnya lewat hotel (USD 10). Pukul 07:00, pesawat Vietjet Air (LCC lokal Vietnam yang belum lama ini membuat heboh dengan in flight bikini show-nya) yang kami naiki lepas landas sesuai jadwal dan mendarat dengan selamat 2 jam kemudian di bandara Noi Bai, Hanoi.

Begitu melangkah keluar dari pesawat, saya merasakan hembusan angin sejuk musim gugur. Ya, berbeda dengan HCMC di Vietnam Selatan yang beriklim subtropis dengan 2 musim, Hanoi yang terletak di Utara beriklim sedang & memiliki 4 musim. Dan kebetulan bulan Oktober ini adalah bulan peralihan dari musim gugur ke musim dingin sehingga cuacanya pas untuk berjalan-jalan, tidak panas, tapi juga belum dingin. 

Setelah mengambil bagasi, kami sudah disambut oleh supir dari Hanoi Transfer Service  yang memegang kertas bertuliskan nama saya. Karena malas berurusan dengan taksi-taksi bandara, saya  memang memutuskan untuk memesan lebih dulu transfer service dari website tersebut dengan tarif USD 16 / car. Walau tadinya sempat agak nggak yakin, setelah mencoba sendiri layanannya, saya bisa dengan yakin mengatakan kalau mereka adalah a legit company dan menyediakan layanan yang baik tanpa scam or any funny business, plus supir yang menjemput kami lumayan ganteng .

Sepanjang perjalanan dari bandara ke pusat kota saya melihat kiri-kanan, menikmati pemandangan kota yang sangat berbeda dengan HCMC. Entah kenapa, Hanoi mengingatkan saya pada daerah Kota di Jakarta yang padat dengan bangunan dan manusia, semrawut, dan berkesan tua. 


Sama seperti di Jakarta, yang merajai jalanan Hanoi adalah sepeda motor. But be warned, motor (dan semua pengguna jalan secara keseluruhan) di sini lebih ugal-ugalan lagi (!) daripada Jakarta sehingga membuat menyeberang jalan menjadi ajang pacu adrenalin, seperti yang saya rasakan sendiri kemudian.

Sekitar satu jam kemudian, kami tiba di depan gedung apartemen Tante N, teman mama saya yang berbaik hati menyediakan akomodasi untuk kami selama di Hanoi. Sesampainya di apartemen Tante N, kami sempat berisitirahat sebentar dan mengobrol sambil mengudap nem, alias lumpia Vietnam buatan Tante yang super lezat. Lalu dari sana, Tante N mengajak kami ke sebuah kedai kecil tak jauh dari rumahnya untuk mencoba Bun Cha, santapan khas Hanoi yang hanya disajikan di waktu makan siang. 


Bun Cha, sejenis mie sohun yang disajikan dengan semangkuk daging babi panggang manis. Yep, lagi-lagi mie! Nggak sarapan, nggak makan siang, nggak makan malam... Saya rasa bangsa ini lebih banyak makan mie daripada nasi.

Dari sana, kami berdua berpisah dengan Tante N dan naik taksi menuju Temple of Literature (Văn Miếu).

Temple of Literature ini adalah kuil yang didedikasikan untuk Confusius, dan di komplek kuil ini pulalah dahulu didirikan universitas pertama di Vietnam yang bernama "Imperial Academy"













Dari sana, kami lalu naik taksi ke kawasan Old Quarter. Bingung mau apa di sana dan dipusingkan oleh minimnya orang yang bisa memberi petunjuk dalam Bahasa Inggris (ini juga salah satu perbedaan besar dengan HCMC yang kebanyakan orangnya at least bisa basic English untuk sekedar memberi tahu arah jalan atau berhitung), kami akhirnya memutuskan masuk ke sebuah cafe bernama The Little Hanoi untuk ngaso sejenak. Saat membuka daftar menu, kami tergoda dengan daftar wine yang harganya jauh lebih murah daripada di Jakarta. Ya sudah, jadinya kami nekad buka botol  dan menghabiskan satu botol red wine berdua sore itu. Well, hitung-hitung untuk my 26th birthday treat lah xD


Hari sudah mulai gelap ketika kami beranjak dari cafe tersebut. Ya kami memang sengaja berlama-lama duduk di sana untuk memastikan kalau pengaruh alkohol di kepala kami sudah benar-benar hilang dan kami sudah 100 % sober  (>.<)
Sekalian untuk menghirup udara segar (dan menghilangkan bau alkohol), kami memutuskan untuk berjalan kaki saja ke apartemen Tante N dengan bimbingan the all mighty Google maps. Dalam perjalanan pulang, kami melewati  Hoan Kiem Lake yang masih ramai oleh penduduk lokal maupun turis. Ada yang berolah-gara, ada yang foto-foto, dan ada pula yang asyik pacaran menikmati romantisme danau di malam hari.



Sekitar 30 menit kemudian, kami berhasil sampai dengan selamat di apartemen Tante N. Saat itu Tante N sedang sibuk menyiapkan makan malam untuk kami dan 2 orang temannya yang juga diundangnya malam itu. Ketika makan malam sudah hampir siap, kedua temannya pun datang. Dan ternyata oh ternyata, mereka membawakan bunga untuk hadiah ulang tahun saya xD How kind of them :D

ハノイでHAPPYな26歳の誕生日を迎えました^^

Selesai makan malam (dan membuka sebotol wine LAGI),  saya dan teman saya berangkat lagi ke Hoan Kiem district. Kali ini untuk menonton pertunjukan water puppet di Thang Long Theater pukul 21:00 yang tiketnya sudah lebih dulu dipesankan oleh tante N. 


(Bersambung)








October 29, 2012

Arang 22 (아랑22)

Intermezo sedikit dari cerita liburan kemarin (yang saya sendiri nggak yakin akan habis saya tulis di sini >.<), hari Sabtu kemarin AKHIRNYA saya berkesempatan mencoba makan di restoran Korea Arang 22 yang terletak di bilangan Senopati. Hari itu saya pergi dengan 3 sahabat saya, Miss Saru (the doctor, yang sudah merekomendasi dan ngajakin saya pergi ke sana dari tahun lalu), Miss Pingu (the Singaporean yang kebetulan lagi pulang kampung ke Jakarta dalam rangka ngurus visa), dan Miss Kucing (the anak gaul Jakarta yang selalu sibuk ;p).





Sebenarnya menu yang kami pesan cuma 3 jenis: Wang Galbi, Yuk Gae Jang, dan Topokki, tapi yang mendominasi meja justru side dish-nya yang berlimpah. Saking banyaknya, teman saya half jokingly said, "Kalo ga punya duit, kita ke sini pesen satu menu yang paling murah sama nasi aja trus minta refill side dish-nya sampe kenyang" xD)


Verdict untuk tempat ini: MEMUASKAN! Atmosfer tempatnya yang Korea banget cocok buat orang yang ingin merasakan authentic Korean feeling, rasa makanannya OKE, porsi memuaskan, dan harga reasonable. Setelah makan sampai perut hampir meledak kemarin, total tagihan yang harus kami bayar berempat sekitar IDR 400,000 (saja). Definitely worth the money!


October 25, 2012

Hello Vietnam! Part 1 : Ho Chi Minh City a.k.a. Saigon

Day 1 : Jakarta - HCMC


Hari itu penerbangan Airasia kami yang dijadwalkan untuk take off pukul 16:30 akhirnya molor hingga baru berangkat sekitar pukul 19:00. Well, namanya juga low cost carrier, telat 1-2 jam ya harap maklum saja...

Tiba di  Tan Son Nath International Airport, Ho Chi Minh sekitar pukul 10 malam, kami disambut oleh suasana bandara yang bersih dan serba moderen yang mengingatkan saya pada bandara Kansai International Airport. Dalam hati saya jadi bertanya-tanya iri, "Kapan, ya, Jakarta bisa punya bandara seperti ini."

Setelah keluar dari custom, kami langsung belok kiri ke tempat money changer untuk menukarkan USD kami ke dalam Dong. Di sini ada  3 money changer, tapi yang rate nya paling bagus adalah yang terletak di pojok paling kiri. Di sana saya menukarkan uang 100 USD dan mendapat sekitar 2,100,000 Dong. Wah, langsung deh berasa jutawan mendadak xD

Selesai menukar uang, tugas selanjutnya adalah mencari taksi untuk pergi ke pusat kota. Dari hasil riset saya di internet, kebanyakan orang menyarankan untuk beli kupon taksi saja di dalam bandara daripada mengambil resiko cari taksi di luar dan di "getok" harga mahal oleh taksi-taksi Vietnam yang notorious for their scam. Kebetulan pas di  samping money changer tadi ada gerai Vinasun Taxi. Langsung saja kami pesan taksi di sana, bayar 10 dollar, dan mas-masnya yang ramah langsung mengantar kami ke tempat perhentian taksi di luar. Cepat & no hassle.

Perjalanan menuju hotel kami di district 1 ternyata nggak memakan waktu lama, kurang lebih 30 menit saja kami sudah tiba di depan Saigon Pink 2 Hotel yang sudah kami book sebelumnya via Agoda. Saat itu kami sudah lumayan capek, rasanya ingin segera masuk ke kamar dan menggeletak sebentar melepas lelah. Sayang setibanya kami di meja resepsionis, mereka menginformasikan kalau kami harus pindah ke hotel lain yang terletak di dekat sana karena ada masalah dengan air (?) di kamar kami. Apa boleh buat, terpaksalah kami pergi berjalan kaki ke hotel yang disebutkan tadi dengan diantar oleh bell-boy mereka.

Hotel pengganti yang sudah mereka siapkan namanya Halo Hotel, letaknya tak seberapa jauh dari Pink Hotel, jalan kaki kurang lebih 5 menit saja dan jaraknya juga cuma sepelemparan batu dari Ben Tanh Market. Oke, secara lokasi kami puas. Lalu bagaimana dengan kamarnya? We were surprisingly pleased with the room. Memang kamarnya kecil tapi it had everything we needed (ada kulkas, safety box, lemari pakaian, bath amenities) dan yang terpenting; bersih! Oke lah untuk harga yang kami bayarkan (kalau tidak salah sekitar IDR 250 ribu per malam).

Selesai menaruh barang dan beres-beres sedikit, kami memutuskan untuk pergi mencari makan ke Ben Thanh Night Market.


Untungnya walau malam sudah larut, pasar malam itu masih ramai sehingga nggak begitu sulit untuk menemukan makanan. Karena bingung dan agak over-whelmed dengan suasana pasar malam Vietnam yang baru pertama kali kami rasakan, kami akhirnya masuk ke warung tenda pertama yang kami temukan. So inilah makan malam pertama kami di Vietnam:



Birnya mantap! Nothing like a can of cold beer setelah lelah di perjalanan, apalagi harganya lumayan murah pula, 20 rb dong / can. Sayang makanannya sendiri agak mengecewakan :( Memang salah saya sih asal saja pilih makanan (kalau nggak salah yang saya pilih itu mie dengan kaki babi :\)...

Habis makan, kami sempat berkeliling sebentar di pasar malam, melihat lapak-lapak yang kebanyakan menjual aksesoris dan oleh-oleh. Sama seperti belanja di pasar di Jakarta, di sini kita juga harus kuat-kuatan nawar karena mereka pasti pasang harga berkali-kali lipat untuk turis. Berhubung saya orangnya paling malas & lemah dalam hal tawar menawar, saya lebih banyak melihat-lihat saja tanpa belanja apa-apa.

Pulangnya, kami mampir ke convenience store untuk beli snack dan beberapa kaleng bir. Hehe, kami baru sadar betapa murahnya harga bir di Vietnam. Bayangkan, sekaleng bir di convenience store harganya rata-rata 10-11 rb Dong alias cuma 5 ribuan perak saja! Itu bahkan lebih murah daripada coca cola kalengan di Jakarta! Jadi harap maklum kalau kami jadi sedikit kalap ^^;



Day 2 : Around HCMC with Saigon Hotpot


Pagi itu, sesuai perjanjian di e-mail, guide dari Saigon Hotpot menemui kami pukul 9 di lobi hotel. Walau perpindahan hotel secara mendadak sempat membuat kami was-was, ternyata resepsionis Pink 2 Hotel yang kami titipi pesan di malam sebelumnya menyampaikan pesan kami dengan baik sehingga sang guide bisa menemukan kami di Halo Hotel.
Our free guide for the day was a lovely 21 y.o student named Kim Hoan, but she said we could just call her "Winnie" if her name was too hard for us to pronounce :) Dengan sigap dan knowledgeably, dia mengajak kami berjalan kaki mengelilingi kota Ho Chi Minh.
I'm glad that we decided to go on foot instead of taking a cab. HCMC, at least the part that we saw, adalah kota yang menyenangkan untuk berjalan kaki. Tak seperti di Jakarta, trotoarnya lebar-lebar dan bersih dari pedagang asongan ataupun sepeda motor yang memonopoli tempat pejalan kaki. Pun pemandangan kotanya, dengan banyaknya bangunan berasitektur Eropa, sangat menarik untuk dilihat.



Narsis dengan background Saigon City Hall

Saigon Opera House

Taman kota yang cantik dan hijau, sering dipakai sebagai lokasi pemotretan pre-wed gratis oleh warga setempat. Di HCMC kita bisa menemukan banyak taman hijau seperti ini. Warga lokal bisa duduk-duduk sekedar berteduh dari teriknya sinar matahari di siang hari, dan kalau sore mereka bisa nongkrong sambil menikmati kopi dari kedai-kedai dadakan yang baru buka di sore hari atau pacaran xD

October 14, 2012

H-1 : Senang, Semangat, Deg-degan dan... Sedikit Sedih

Setelah menunggu 6 bulan sejak beli tiket di bulan April... akhirnya besok (kalau tak ada aral melintang) petualangan kami selama 10 hari 9 malam (tadinya 9d/8n tapi karena pesawat pulangnya ditunda, terpaksa kami tambah 1 malam lagi)  di 4 kota di Vietnam & Malaysia akan dimulai!
Semua persiapan sudah OK, tinggal menghitung jam saja ^^

1. Bags & Luggage



Oke... agak kelihatan kayak orang mau pulang kampung memang. Tadinya sih berniat "traveling lite", tapi tahu-tahu saja bawaan saya sudah membengkak. Terpaksalah saya beli koper baru (si ungu itu) dan nambah beli bagasi lagi. But in my defense, sekitar seperempat dari total berat barang bawaan saya ini adalah titipan orang yang mencakup bakso, tempe kering, rokok, tas, dan kue-kue (>-<). Yah apa boleh buat. Karena nanti di Hanoi saya sudah memutuskan menginap di rumah seorang kenalan mama saya, maka saya harus siap dan rela dititipi barang sekian banyak. Hitung-hitung pengganti "uang sewa" ^^;
Tapi tetap saja masalah baggage ini bikin saya agak deg-degan. Soalnya kami cuma pesan bagasi 25 KG untuk berdua. Mudah-mudahan nggak over weight!!

2. Tickets

Semua sudah confirmed dan di print-out. Bahkan untuk tiket Airasia saya sudah melakukan web check in sehingga boarding pass pun sudah siap di tangan. Nanti di airport tinggal mampir ke baggage drop off counter saja.


3. Weather Check

Penting! Karena saya baru nyadar Oktober ini sebagian besar negara di Asia Tenggara sudah memasuki musim penghujan. Dan benar saja... ramalan cuaca untuk seminggu ke depan baik di Ho Chi Minh, Hanoi, maupun KL dipenuhi gambar awan mendung dan rintik hujan. Tapi harapan saya untuk acara jalan-jalan yang menyenangkan belum sepenuhnya sirna. Namanya juga ramalan, there's always a chance kalau ramalan itu akan meleset, 'kan? Tapi untuk jaga-jaga saya bawa payung dan sepatu karet crocs yang (sepertinya) akan tetap nyaman walau dipakai berjalan di bawah hujan. 

4. Travel Apps & Maps

Bacchiri! Sekarang Galaxy Nexus saya sudah dipenuhi traveling apps yang berguna untuk mengecek lokasi dan informasi seputar tempat-tempat wisata di semua kota yang akan kami kunjungi. Saya juga sudah melakukan riset lebih dahulu tentang tempat-tempat yang sekiranya menarik dan menaruhnya dalam daftar favorite. Memang, dalam hal seperti ini, smartphone really makes our lives a lot easier. Nggak perlu lagi beli buku panduan tebal2 dan berat. Cukup download dan voila! you have the world in the palm of your hand xD

5. Money Exchange

Sesuai rekomendasi yang saya temukan dari berbagai web site dan blog, saya memutuskan untuk tidak menukarkan mata uang Dong di Indonesia dan membeli US Dollar saja. Dengar-dengar, dolar dipakai luas sebagai alat pembayaran di Vietnam. Dan kalau pun mau menukar Dong, rate nya akan jauh lebih baik kalau kita bawa dolar dari Indonesia untuk ditukarkan di sana. So, as a first timer, saya manut saja dengan saran-saran itu. Sementara untuk Ringgit, saya juga cuma tukar beberapa ratus RM. Rencananya nanti di sana saya mau tukarkan saja sisa USD dari Vietnam.


6. Tour


Sebagai backpacker (wannabe), tentu sebagian besar tur akan kami lakukan secara mandiri, dengan pengecualian Halong Bay Tour yang sudah diatur oleh Tante di sana. Selain itu, untuk 1 hari di Ho Chi Minh, I found this amazing website : www.saigonhotpot.com . Jadi ternyata di sana ada komunitas mahasiswa yang memberikan private tour gratis pada para wisatawan mancanegara. Iya betul, GRATIS! Kita hanya perlu mengeluarkan biaya untuk transportasi dan makan siang si guide saja, dan mereka akan membawa kita berkeliling kota, sesuai permintaan kita. What an amazing idea! Seandainya saja di Jakarta juga ada komunitas semacam itu...
Anyway, karena tertarik dengan kata "gratis" dan amazing reviews about them that I found on tripadvisor, saya memutuskan untuk mem-book tour dengan mereka tanggal 16 Oktober. Begitu saya kirim e-mail, nggak sampai satu hari kemudian saya sudah dapat balasan yang menyatakan kesanggupan mereka. Dan baru saja kemarin malam saya dapat e-mail konfirmasi lagi yang berisi nama dan nomor kontak guide kami. (^0^) Nggak sabar untuk jalan-jalan dengan mereka hari Selasa besok!


Jadi itulah kira-kira persiapan saya untuk trip besok yang membuat saya senang, semangat dan deg-degan... Terus yang bikin sedih?

SALAH SATU SAHABAT SAYA YANG TINGGAL DI JEPANG SEDANG ADA DI INDONESIA DALAM RANGKA TUGAS KANTOR DAN KAMI NGGAK BISA KETEMU KARENA JADWALNYA TABRAKAN DENGAN JADWAL TRIP INI!!!!

(T_T)

Hiks, padahal udah hampir 2 tahun nggak ketemu!!!
エチャ、今回会えないけど、来年ちゃんと時間を合わせて一緒に旅行しようね!!!

September 21, 2012

Saya Memilih Untuk "JAKARTA BARU"


Sejak mendapatkan hak pilih pada usia 17 tahun, saya nggak pernah terlalu bersemangat menghadapi aneka rupa pemilihan umum. Saya cenderung skeptis dan berpikir, "Siapapun yang saya pilih toh hasilnya akan begitu-begitu aja."
Tapi hal berbeda saya rasakan pada pemilihan kepala daerah DKI putaran kedua ini. Sebut saya naif, tapi saya benar-benar menaruh harapan tinggi pada pasangan JOKOWI-AHOK untuk mewujudkan "JAKARTA BARU".  Makanya kemarin saya bela-belain bangun jam 6 pagi untuk pergi ke TPS walau malamnya (atau paginya) baru tidur jam 3 pagi... Yes, that's how excited I was to participate in yesterday's election.
Dan ternyata harapan akan "JAKARTA BARU" dimiliki juga oleh mayoritas warga Jakarta. Terbukti, hasil quick count dari berbagai lembaga kemarin menunjukkan kalau pasangan ini mengungguli pasangan gubernur incumbent Foke dan calon wakilnya Nara. Memang kita masih harus menunggu hasil resmi dari KPU, tapi kecil sekali kemungkinan kalau hasil resmi tersebut akan menunjukkan angka yang jauh berbeda. 
Jadi, walau mungkin masih terlalu awal, saya sampaikan selamat pada Pak Joko Widodo (Jokowi) dan Pak Basuki Tjahja Purnama (Ahok). Semoga Bapak-Bapak nggak mengkhianati harapan kami warga Jakarta akan Jakarta Baru yang lebih baik.