September 11, 2013

Sawadeeka! Bangkok - Part 2

Hari ke-3 : Shop & Splurge

Hari ini kami akan pindah ke hotel Muangphol Mansion di daerah Siam. Bukan karena saya shock lihat bule telanjang berkeliaran... bukan... tapi memang dari awal kami cuma book 2 malam di Link Corner dan sudah pesan kamar di Muangphol Mansion untuk 3 malam sisanya supaya bisa lebih dekat dengan area downtown-nya Bangkok. 
Sekitar pukul 9 kami sudah check out dan menitipkan koper di resepsionis hostel supaya kami bisa mampir dulu ke satu mall yang letaknya nggak jauh dari sana: Platinum Fashion Mall.
Mencapai Platinum dari Link Corner nggak susah, apalagi dengan panduan google map di tangan :)  Begitu keluar hostel, ambil jalan yang ke kanan (ke arah stasiun Ratchaprarop) lalu terus saja jalan lurus sekitar 600 meter sampai ketemu perempatan besar dan belok kanan. Jalan lurus lagi sekitar 200 meter dan mall-nya akan kelihatan di sebelah kiri jalan.


Platinum Fashion Mall ini kalau di Jakarta sebenarnya lebih mirip ITC, cuma yang dijual khusus produk fashion berupa pakaian dan segala rupa aksesorisnya. Selain itu, tempatnya lebih terang, lorong-lorongnya lebih lapang, dan secara keseluruhan terkesan lebih rapih dari ITC di Jakarta. Dengar-dengar, di sinilah orang-orang Indonesia suka belanja kulakan untuk dijual lagi di butik-butik maupun online shop. Dan memang waktu di sana, saya beberapa kali berpapasan dengan orang Indo yang belanja sambil menggeret-geret koper besar :) Kalau kami berdua sih cuma belanja santai saja. Kalau lihat benda yang pas di hati dan di kantung ya dibeli.
Barang-barang di sini kebanyakan sudah harga pas, nggak bisa ditawar. Kecuali kalau kita beli minimal 3, maka kita akan mendapat wholesale price alias harga grosir. Kadang-kadang beda harga satuan dan grosirnya bisa lumayan jauh. Seperti sebuah kaus lucu yang saya beli, kalau beli satu, harganya 250 Baht, tapi kalau beli 3 harganya jadi 150 Baht/ piece. Lumayan, 'kan? Jadi atas nama hukum ekonomi dan prinsip nggak mau rugi, langsunglah kami bungkus 3 potong... 
Pokoknya shopaholics yang suka berburu barang-barang murah tapi oke pasti senang banget di sini. Harganya relatif murah, pilihan modelnya beragam, mall-nya pun nyaman. Kalau nggak ingat ini baru awal hari ke-3 dan saya masih perlu menyimpan uang untuk hari-hari berikutnya, bisa-bisa saya  juga menggila di sana. Satu-satunya kekurangan dari belanja di sini adalah rata-rata bajunya nggak boleh dicoba, jadi make sure you know your size before you come

Setelah puas menjelajahi semua lantai mall ini dan makan siang di food court-nya, kami kembali ke hostel untuk mengambil koper dan langsung cabut ke Muangpol Mansion dengan taksi.

Muangphol Mansion. Kata pertama yang terlintas di benak saya ketika melihat gedung hotel ini adalah, "TUA". Dan setelah masuk ke dalam, kesan tua dan usang itu semakin kuat. Lorong & lift-nya berbau lembab. Colokan listrik di kamar nggak bisa berfungsi kalau lampu nggak dinyalakan semua (??). Keran shower pun harus dinyalakan lamaa sekali (lebih dari 15 menit!) sampai air panasnya keluar, and that's if you're lucky. Tapi, namanya juga hotel murah, cuma 330 rb-an per malam di Agoda, what can you expect? Yang terpenting - dan menjadi pertimbangan utama saya saat memilih hotel ini - adalah: lokasinya mantap. Nggak sampai 5 menit jalan kaki ke stasiun National Stadium, 5 menit dari MBK, dan cuma 10 menit jalan kaki ke Stasiun Siam dan semua mall di sekitarnya. You can't ask for a better location.
Jadi, setelah menaruh koper di hotel, kami langsung menyeberang ke MBK Center.


MBK Center ini katanya juga salah satu mall favorit orang Indonesia, tapi terus terang, waktu di sana saya nggak begitu terkesan. Sejauh mata memandang, isinya ya begitu-begitu saja; baju, sepatu, tas, aneka rupa oleh-oleh khas Thailand, more bags, more shoes... and so on... Di sana saya cuma mampir beli tas untuk oleh-oleh di Naraya lalu nemenin Echa beli koper di Tokyu Department Store. Oh iya, sempat beli sepatu flats lucu juga di lantai dasar. Hehe. Memang namanya cewek, biar katanya nggak minat, tetap saja keluar bawa tentengan...

Waktu lihat-lihat di lantai 2, nggak sengaja kami melihat nail salon bernama Red Nails. Tempatnya penuh dengan bule-bule yang sedang dimeni-pedi. Tergoda untuk memanjakan diri sedikit, kami memutuskan untuk masuk dan mencoba paket manicure-pedicure mereka. And I ended up regretting my decision.. Mungkin karena tempatnya ramai, jadi mereka kerjanya seperti asal cepat selesai. Mbak-mbak yang mengerjakan kuku saya nggak rapi memoleskan kuteksnya. Saya nggak tahu apa saya saja yang sial dapat mbak-mbak yang kerjanya asal begitu atau memang semua stafnya seperti itu. Padahal harga paket meni-pedi mereka nggak murah; 700 Baht alias hampir Rp. 250 ribu. Mending meni pedi di salon di Jakarta, deh :(
My nalis after the-not-so-satisfying-mani-pedi-session that cost me 700 Baht. Nggak lama setelah itu, kuteksnya langsung bocel-bocel. Entah saya yang  ceroboh banget atau kualitas kuteksnya yang jelek. I remember seeing the label "OPI" on their nail polishes, though. So, yeah, it was most probably my own fault..

Habis meni-pedi, kami kembali ke hotel untuk menaruh barang-barang dan membetulkan make-up yang sudah luntur oleh keringat. Ya, kami harus dandan cantik karena malam ini kami mau ke salah satu sky bar yang paling happening di Bangkok: Sirocco! 

Tapi sebelum itu, ada satu tempat yang mau kami kunjungi lebih dulu, yaitu Asiatique the Riverfront.

September 2, 2013

Sawadeeka! Bangkok - Part 1

Ceritanya berawal dari pertengahan bulan April tahun ini ketika "tanpa sengaja" saya melihat promo tiket murah Mandala Tigerair ke Bangkok. Iseng-iseng coba memasukkan tanggal di website-nya, saya malah menemukan tiket PP super murah seharga 1 jt rupiah saja berikut bagasi! Karena takut tiketnya keburu habis terjual kalau pakai ngajak-ngajak teman dulu seperti yang sudah-sudah, langsung saja saya dengan impulsif melanjutkan proses pembayaran, dan tak lama kemudian, ticket comfirmed

Yak, saya akan nekad berpetualang sendirian ke luar negeri untuk pertama kalinya!
...

Tadinya sih, begitu pikir saya.

Tapi untungnya, Echa, teman saya yang tinggal di Jepang, menunjukkan minat untuk ikut ke Bangkok. Maka sepakatlah kami untuk bertemu dan berlibur bareng di Bangkok pada bulan Agustus! Tapi ada satu masalah, rupanya teman saya ini membeli tiket untuk keberangkatan tanggal 24 Agustus, yang berarti 2 hari lebih awal dari rencana saya. Setelah menimbang-nimbang, akhirnya saya memutuskan untuk ikut memajukan hari keberangkatan dan membeli tiket one way yang baru seharga 800 ribu-an berikut bagasi. Saya pikir  tambah mahal sedikit nggak apa-apalah, toh sudah bertahun-tahun saya nggak jalan-jalan bareng sama teman saya yang satu ini. Dan pastinya, saya merasa lebih tenang jalan berdua daripada muter-muter nggak jelas sendirian di negara asing yang bahasanya pun saya nggak paham.

Untuk budget perjalanan 6 hari 5 malam kali ini, saya menyiapkan THB 10.000 atau Rp 3.350.000 dengan kurs yang saya dapat saat itu, di luar biaya tiket pesawat dan akomodasi. Untuk mengetahui rute dan estimasi biaya transportasi (MRT, BTS dan ARL) selama di Bangkok, saya memakai app "Bangkok Transport". Sementara untuk referensi itinerary dan informasi-informasi lain seputar Bangkok, saya berpedoman pada tripadvisor dan blog para pelancong yang berserakan di internet, terutama blog Jejak Kaki yang informasinya super lengkap dan berguna untuk contekan :)

Dan setelah berbulan-bulan merencanakan dan menunggu dengan tak sabar, akhirnya hari yang dinantikan pun tiba!

Hari Pertama : Arrival


Hari Sabtu, 24 Agustus 2013, pesawat Mandala RI 902 tujuan Bangkok yang dijadwalkan berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pukul 15:40 akhirnya baru take off sekitar 1 jam kemudian... ya sudahlah, no comment, sudah biasa... Di dalam pesawat, mau pesan makan, eh ternyata menu nasinya sudah habis semua waktu cabin crew-nya sampai di row saya. Terpaksa deh saya pesan pop mie saja untuk mengganjal perut sambil membuat catatan mental, "lain kali kalau naik budget airline jangan lupa pre-book makanan dulu."
Setelah duduk anteng di dalam pesawat selama sekitar 3 jam, entah bagaimana caranya, walau take off molor 1 jam, kami tiba di Bandara Suvarnabhumi tepat waktu sesuai jadwal pukul 19:45, teng! Bukan sulap bukan sihir... -_-;
Turun dari pesawat, urus imigrasi, ambil bagasi, keluar langsung mampir beli Happy Tourist SIM card dulu di booth DTAC seharga 299 bath untuk unlimited internet selama 7 hari. Lalu bertemulah saya dengan Echa yang sudah sampai duluan di Suvarnabhumi dan sabar menunggu sekian jam untuk pergi ke hostel sama-sama. 

Dari bandara, kami naik city line Airport Rail Link (ARL) ke stasiun Ratchaprarop yang paling dekat dengan Link Corner Hostel tempat kami akan menginap. Waktu keluar dari stasiun Ratchaprarop, dengan bodohnya kami sempat nyasar dan salah belok saat mencari hostel, padahal sebenarnya tempatnya sangat mudah ditemukan; begitu keluar stasiun, langsung saja jalan ke arah kiri lalu jalan lurus sekitar 50 m, hostelnya ada persis di pojokan jalan sebelah kiri. 

Sampai di hostel, kami taruh barang-barang sebentar (karena di hostel ini nggak ada lift, saya titip koper di luggage room sebelum naik ke kamar di lantai 3), lalu pergi cari makan malam di sekitar sana. Setelah makan, kami mampir ke 7-eleven untuk beli air dan roti untuk sarapan sebelum kembali ke kamar untuk beristirahat, mempersiapkan diri untuk petualangan kami yang akan dimulai di hari berikutnya!


Hari kedua: MARKET DAY

Jam 6 kurang, sebelum alarm hape berbunyi, mata saya sudah terbuka. Nggak mau membuang-buang waktu, saya memutuskan untuk segera mandi dan bersiap-siap. Waktu membuka pintu untuk pergi ke kamar mandi yang terletak tepat di depan kamar kami, mata saya yang tadinya baru terbuka setengah langsung terbelalak lebar demi melihat cowok bule tinggi besar yang cuma pakai celana dalam berjalan mondar-mandir di depan kamar mandi. Masuk ke kamar mandi, eh ada satu lagi mas-mas bule keluyuran cuma pake handuk... Barulah saya ngeh, rupanya di sini kamar mandi dan toiletnya campur cewek-cowok :O Agak culture shock, soalnya di hostel terakhir yang saya inapi di Singapura, kamar mandinya terpisah... tapi supaya nggak kelihatan norak, saya berlagak cool dan langsung ngeloyor ke dalam shower room sambil berusaha nggak melirik-lirik si bule ... (>.<)

Sekitar jam 8 lewat, kami sudah keluar dari hostel. Pagi itu, alih-alih berangkat naik ARL dari stasiun Ratchaprarop, kami memutuskan untuk berjalan kaki sejauh 1 stasiun ke Phaya Thai supaya bisa langsung naik BTS ke stasiun Mo Chit untuk mencapai destinasi pertama kami di Bangkok: Chatuchak Weekend Market!

Sampai di Stasiun Mo Chit, nggak perlu repot-repot melihat google map untuk menemukan lokasi Pasar Chatuchak, kami cukup mengikuti arah kerumunan orang saja. Belum sampai ke pasar, di pinggir jalan saja sudah banyak pedagang yang berjualan macam-macam, suasananya persis seperti di Jakarta.


Saya sempat mampir membeli mango sticky rice seharga 50 baht di salah satu penjaja makanan jalanan. Mangga yang manis + ketan yang legit + santan yang gurih = Yum!!


Nggak jauh dari sana, kami menemukan pintu masuk ke pasar. Dan penjelajahan kami di pasar akhir pekan terbesar di dunia itu pun dimulai!! 

Barang yang dijual di Chatuchak ini benar-benar beragam. Kayaknya kita bisa menemukan barang apapun di sini, asal kita mau -dan sanggup- mencarinya. Dari hiasan perunggu sampai bumbu dapur. Dari sutra thailand sampai bikini, pokoknya lengkap deh. 


Toko-toko di sini dikelompokkan ke dalam section-section berdasarkan jenis barang dagangannya, dan pengelola juga menyediakan peta gratis untuk memudahkan pengunjung menavigasi pasar yang luar biasa luas ini. Sayang kemarin kami nggak menemukan tempat yang membagikan peta sehingga terpaksa cuma mengandalkan insting, alias asal saja belok kiri-kanan dan masuk ke toko yang menarik hati. Sambil menelusuri pasar ini, saya sempat memperhatikan sekeliling dan menyadari kalau pengunjung pasar ini pun sama variatifnya dengan jenis barang yang dijual. Sepanjang jalan saya bisa mendengar Bahasa Jepang, Bahasa Korea, China, Indonesia, Inggris, dan segala rupa bahasa lain. Melihat bagaimana pemerintah Bangkok bisa membuat pasar seperti ini jadi destinasi turis dunia, saya jadi iri dan berandai-andai kalau pasar-pasar di Jakarta suatu saat juga bisa jadi seperti itu...